Rabu, 15 Juni 2016

MENEMUKAN PRINSIP KEADILAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK


I.                   Konsep Keadilan Sebagai Tujuan Hukum.
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tercantum dalam konstitusi kita yaitu pasal 1 ayat (3) UUD 45.[1] Hukum sendiri memiliki beberapa tujuan sebagaimana pendapat dari Gustav Radbruch yaitu bahwa Hukum bertumpu pada 3 (tiga) tujuan pertama keadilan (gerechtigkeit), kedua kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan ketiga kepastian hukum (rechtssicherheit)[2]. Ketiganya merupakan tujuan akhir yang hendak dicapai oleh hukum secara bersamaan.[3]

Namun dalam praktik akan jamak sangat terlihat adanya pertentangan antara satu tujuan dengan tujuan lainnya.[4] Menyikapi hal yang demikian, Radbruch mengemukakan bahwa sebagai salah satu tujuan hukum, posisi keadilan sangat dominan jika dibandingkan dengan tujuan hukum lainnya. Dominasi asas keadilan dibanding asas lainnya ini dikemukakannya dalam asas prioritas baku yang dijadikan prioritas nomor satu selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian hukum[5].
Terlepas dari kritik yang disampaikan terhadap asas prioritas baku yang dikemukakan oleh Radbruch di atas, setidaknya perlu kita garis bawahi bahwa asas atau prinsip keadilan merupakan elemen yang sangat urgent sebagai dasar bagi dan tujuan dari hukum.
Apakah yang dimaksud dengan keadilan?Ada banyak sekali definisi yang dikemukakan para pakar tentang keadilan ini, misalnya apa yang dikemukakan oleh N.E. Algra menurutnya[6]:
“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig, lebih banyak tergantung pada “rechmatigheid” (kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seorang penilai. Kiranya lebih tidak baik mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan “hal itu saya anggap adil”. Memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan suatu pendapat mengenai nilai secara pribadi”

Menurut A.S. Finawati meskipun konsep keadilan sangat abstrak, namun cukup dapat diterima secara umum bahwa “adil” tidaklah berarti kesamaan dalam segala tindakan melainkan proporsional tergantung pada kebutuhannya[7]. Lantas kenapa keadilan harus menjadi dasar dari suatu hukum? Alasannya adalah karena hukum itu tidak identik dengan keadilan.[8]
II.                Menentukan Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak
Keadilan merupakan asas yang menjadi substansi utama dalam pemungutan pajak di samping anasir hukum itu sendiri. Sebagai dasar berpijak, sudah seharusnya asas (keadilan) tersebut dipegang teguh agar tercapai sistem perpajakan yang baik[9]. Akan tetapi prinsip keadilan adalah sesuatu yang sangat abstrak dan subjektif. Meskipun  demikian di dalam Hukum Pajak, keadilan dikemukakan sebagai berikut:[10]
Asas keadilan mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan merata. Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara”.
Adolf Wagner mengemukakan bahwa asas keadilan adalah dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).[11]
Tidak hanya mensyaratkan adanya pemerataan dan persamaan perlakukan, keadilan dalam pemungutan pajak dalam paham yang modern menurut Mar’ie Muhammad, juga berarti bahwa petugas pajak tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap pembayar pajak yang telah menyetorkan sebagian penghasilannya kepada Pemerintah.[12]
Lantas apakah yang menjadi parameter terakomodasinya prinsip keadilan di dalam pemungutan pajak? Menurut Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti mengatakan, akomodasi asas atau prinsip keadilan dalam pemungutan pajak terlihat pada saat dimulainya penyusunan undang-undang pajak.[13] Sebagai pedoman untuk menentukan terpenuhinya prinsip keadilan dalam perundang-undangan menurut Adam Smith harus dipenuhi 4 (empat) syarat berikut:[14]
1.   equality and equity;
2.   certainty;
3.   convienience of collection; dan
4.   economics of collections.

Keempat pedoman ini disebut “the four canons of Adam Smith” atau “sering juga disebut “the four maxim” [15]. Dalam penjabaran lebih lanjut, keempat syarat-syarat tersebut dapat diuraikan lagi sebagai berikut:
1.    Equality atau kesamaan, mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama.[16] Dalam asas ‘equality’ ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.[17] Sementara itu, asas equity/kepatutan, merupakan keadilan yang bersifat khusus yang diterapkan pada suatu kasus tertentu.[18]
2.    Certainty atau kepastian hukum, adalah tujuan setiap undang-undang[19]. UU Pajak yang baik senantiasa dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak, kapan ia harus membayar, apa hak-hak dan kewajiban mereka, siapa subjek dan objek pajak dan berapa besarnya pajak.[20]
3.    Convenience of payment, maksudnya adalah pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang atau saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan.[21]
4.    Economics of collection, maksudnya dalam membentuk undang-undang pajak yang baru para konseptor wajib mempertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus relatif lebih kecil dibandingkan dengan uang pajak yang masuk.[22]

Akomodasi prinsip keadilan di dalam pembentukan undang-undang secara umum bukanlah monopoli ketentuan Hukum Pajak belaka, lebih dari itu, prinsip tersebut juga harus melandasi setiap perumusan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, prinsip keadilan tercermin pada asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtgelijkheidbrginsel) yang merupakan salah satu dari lima asas material yang wajib dipenuhi oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan oleh Van der Vlies. I.C van der Vliesdi mengatakan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu asas formal dan asas materil.[23]
Asas formal mencakup:
a.       Asas tujuan yang jelas (beginsel van duetlijke doelstelling);
b.      Asas organ / lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);
c.       Asas perlu pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);
d.      Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoorbaarheid);
e.       Asas konsensus (het beginsel van consensus).
Sedangkan yang masuk asas materiil adalah sebagai berkut:
a.       Asas terminologi dan sistimatika yang benar (het beginsel van duitdelijke terminologie en duitdelijke systematiek),
b.       Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
c.       Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechsgelijkheids beginsel);
d.      Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);
e.       Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuale rechtsbedeling).
Di samping pada saat penyusunan regulasinya, akomodasi asas atau prinsip keadilan juga dinilai penting pada saat pemungutan pajak itu sendiri. Menurut Santoso Brotodihardjo:[24]
…hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan, dan jaminan ini diberikan kepada pihak-pihak yang tersangkut di dalam pemungutan pajak, yakni pihak fiscus dan wajib pajak”.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Wiratni Ahmadi, menurutnya:[25]
agar dapat terpenuhi asas keadilan, maka hukum pajak menempuh suatu pola pemungutan pajak yang diselenggarakan secara umum dan merata. Artinya, seluruh individu-individu memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hukum pajak”.

Dalam bahasa yang sedikit berbeda, Miyasto mengemukakan bahwa:[26]
…hal tersebut terutama berarti bahwa alokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan. Mengenai hal ini ada dua kriteria yang lazim digunakan untuk melihat apakah alokasi beban pajak telah mencerminkan aspek keadilan, yaitu kemampuan membayar dari wajib pajak (ability to pay), dan prinsip benefit (benefit principle)”.

Dalam perkembangannya akomodasi prinsip keadilan dalam pemungutan pajak adalah adanya perlindungan kepada rakyat dari tindakan pemerintah dalam pemungutan pajak tersebut. Menurut Mar’ie Muhammad;[27]
“…Tetapi yang lebih penting apakah pembayar pajak dilindungi hak-haknya, jadi harus ada keseimbangan antara kewajiban dan hak sebagai pembayar pajak. Melalui UU, harus ada garansi objektif bahwa petugas pajak tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap pembayar pajak yang telah menyetorkan sebagian penghasilannya kepada Pemerintah tanpa diberikan imbalan apapun secara langsung”. 
Bahwa dalam pendapat yang sama, Ibnu Khaldun telah menekankan prinsip-prinsip perpajakan dalam bukunya berjudul “muqaddimah” yaitu meliputi prinsip kesamarataan dan kenetralan dan juga menekankan pada prinsip-prinsip kemudahan dan produktivitas yang tidak menindas.[28]

Prinsip-prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun itu didasari fakta bahwa faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan yang lebih besar (setelah pajak), sehingga membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berbisnis.[29]

Dari apa yang dikemukakan sebelumnya dapat dipahami bahwasanya parameter prinsip keadilan dalam pemungutan pajak terlihat pada adanya pemerataan dan perlakuan yang sama serta adanya perlindungan terhadap warga negara terhadap tindakan semena-mena penguasa dalam pemungutan pajak tersebut itu sendiri. 
III.             Penutup
Bertitik tolak dari apa yang telah ditulis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Bahwa dengan diakomodasinya pemerataan dan perlakuan yang sama serta adanya jaminan perlindungan bagi warga negara dari tindakan semena-mena penguasa dalam penyusunan undang-undang perpajakan merupakan parameter telah dilaksanakannya prinsip keadilan dalam pemungutan pajak;
2.    Prinsip keadilan dalam pajak adalah abstak dan subjektif, untuk itu pemerintah cenderung bertindak sewenang-wenang tanpa melihat prospek usaha dari wajib pajak yang notabene sangat mempengaruhi perekonomian bangsa Indonesia dan kesejahteraan warna negara Indonesia;
IV.             Saran
1.      Pemerintah harus segera memperbaiki peraturan perundang-undangan tentang perpajakan agar lebih bisa mewujudkan prinsip keadilan;
2.      Pemerintah harus memberikan keringan pajak untuk pengusaha agar para pengusaha memiliki gairan untuk meningkatkan usaha yang akan berdampak pula pada kemajuan bangsa Indonesia;




[1] Undang-undang dasar 1945
[2] Satjipto Rahardjo Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, hal.80-81.
[3] Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta, PT. Toko Gunung Agung Tbk. 2002, hal. 84
[4]  Mertokusumo dan Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
[5] Op.Cit. Hal. 84
[6] Ibid, Hal. 84
[7] (http://www.pemantauperadilan.com diakses tanggal 1 Desember 2014),
[8] Op. Cit. Mertokusumo dan Pitlo, 1993.
[9] Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan, 2005, Perpajakan, Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal.119.
[10] Ibid,hal.121
[11] http://id.wikipedia.org diakses tanggal 1 Desember 2014)
[12]  Harian Bisnis Indonesia, tanggal 17 Oktober 2005
[13] Rochman Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama.2004
[14] Ibid, hal.14
[15] Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak ,Edisi Revisi, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2007, hal. 43.
[16] Op. Cit. Hal.115
[17] Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak (Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak), Bandung, PT. Refika Aditama,2006,hal.11
[18] Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, 2004, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Bandung, PT. Refika Aditama.
[19] Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op. Cit. Hal.21
[20] Wiratni Ahmadi, Op. Cit. Hal. 11
[21] Ibid, hal. 11
[22] Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op. Cit. Hal.25
[23] Widodo Ekatjahjana, Pengujian Peraturan Perundang-undangan Menurut UUD 1945, Bandung, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, 2007, hal. 114-115.

[24] Y. Sri Pudyatmoko, Op. Cit. Hal.40
[25] Wiratni Ahmadi, Op. Cit. Hal. 10.
[26] Miyasto, Sistem Perpajakan Nasional dalam Era Ekonomi Global, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Semarang, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro,1997, hal. 9
[27] (Harian Bisnis Indonesia, tanggal 17 Oktober 2005):

[28] Yudha Bhakti, Penemuan Hukum Nasional dan Internasional, Pancasila Sebagai Landasan Pengembangan Sistem Hukum Pajak Indonesia, Fikahati aneska bekerjasama dengan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 2012. Hal. 103
[29] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar